PERTANYAAN:
Habsyie Hareem Hally
Assalamu'alaikum
ustadz apa hukumnya syarifah yang menikah bukan dengan dari golongan sayyid..??
JAWABAN:
Wa'alaikum salam.
KAFA’AH (kesepadanan)
--------------------------------------------------------------------------------
Kafaah menurut madzhab Syafi’i bukanlah syarat sahnya nikah akan tetapi menjadi hak dari seorang perempuan dan wali nikahnya. Sehingga jika salah satu dari wali atau si perempuan berniat menggugurkan kafaah dengan menginginkan orang yang tidak sekufu’ seperti seorang syarifah (perempuan keturunan dari syd Hasan atau syd Husein) menginginkan menikah dengan laki-laki pilihannya yang yang bukan seorang syarif, namun tidak mendapat restu dari walinya, maka pernikahannya tidak sah walaupun yang menikahkan adalah hakim. Namun jika ada keridhoan dari keduanya (si perempuan dan seluruh walinya sederajat) untuk menggugurkan hak kafaah, maka menurut kalangan fukoha’ pernikahannya sah.
Akan tetapi menurut pandangan dari para habaib khususnya ulama’ dari Hadramaut menyatakan bahwa hak kafaah yang berupa nasab khusus keturunan Nabi (keturunan syd Hasan dan syd Husein) dimiliki oleh seluruh wali baik yang dekat ataupun yang jauh.
Hal ini memberikan pengertian bahwa hak kafaahnya dimiliki oleh para syarif di seluruh penjuru dunia, karena mereka semua masih satu saudara yaitu dari syd Hasan dan syd Husein.
Berikut dalil dari kitab BUGHYATUL MUSTARSYIDIN karya Al-Habib Al-Allamah Abdurrahman al-Masyhur :
(مسألة): شريفة علوية خطبها غير شريف فلا أرى جواز النكاح وإن رضيت ورضي وليها، لأن هذا النسب الشريف الصحيح لا يسامى ولا يرام، ولكل من بني الزهراء فيه حق قريبهم وبعيدهم، وأتى بجمعهم ورضاهم، وقد وقع أنه تزوّج بمكة المشرفة عربي بشريفة، فقام عليه جميع السادة هناك وساعدهم العلماء على ذلك وهتكوه حتى إنهم أرادوا الفتك به حتى فارقها، ووقع مثل ذلك في بلد أخرى، وقام الأشراف وصنفوا في عدم جواز ذلك حتى نزعوها منه غيرة على هذا النسب أن يستخفّ به ويمتهن، وإن قال الفقهاء إنه يصح برضاها ورضا وليها فلسلفنا رضوان الله عليهم اختيارات يعجز الفقيه عن إدراك أسرارها، فسلَّم تسلم وتغنم، ولا تعترض فتخسر وتندم.
“ (Masalah) seorang wanita syarifah alawiyah dipinang oleh laki-laki yg bukan syarif. Beliau menjawab “ Aku berpendapat tidak boleh menikahinya walaupun si wanita itu rela dan si walinya juga rela. Karena nasab mulia dan sah ini tidak bisa dicari dan diminta. Dan bagi setiap keturunan Fathimah Az-Zahra memiliki haq sebagai kerabat baik yang dekat maupun yg jauh. Yaitu harus mendapat restu dari mereka semua.
Ini pernah terjadi bahwa ada seoarng arab dari Makkah menikah dengan seorang wanita syarifah, berita ini dio dengar oleh seorang saadah. Kemudian pernikahan ini dibubarkan setelah hamper saja penganten pria disergap masa. Akhirnya ia memilih untuk menceraikan istrinya.
Pernah juga terjadi di daerah lain, para saadah di sanapun bangkit menentang mereka menulis RISALAH mengenai “ tidak diperbolehkannya pernikahan semacam ini “ dan penganten wanita pun diambil paksa dari pangkuan penganten pria. Mereka melakukan ini semua karena semata-mata ingin membela nasab yang mulia jangan sampai dihinakan atau diremehkan oleh orang meskipun sebenarnya ulama fiqih menganggap sah pernikahan ini, asalkan calon penganten wanita dan walinya sama-sama ridho untuk melakukannya. Namun para pendahulu kita (ulama salaf) punya pendapat yang tidak bisa dipahami oleh ahli fiqih karena di sana ada rahasia-rahasia yang tidak bisa diungkapkan. Terima saja pendapat mereka, maka engkau akan selamat dan memperoleh keberuntungan. Dan jangan sekali-kali menentang, sebab engkau akan merugi dan menyesal !! “
Wa Allahu A'lam.
https://www.facebook.com/groups/konsultasifiqih/doc/293036657478290/
baca juga sekelumit tentang Habib Syeh Botoputih Surabaya di sini : http://daarussholihin.blogspot.com/2015/04/alhabib-syech-bin-achmad-bin-abdullah.html
Habsyie Hareem Hally
Assalamu'alaikum
ustadz apa hukumnya syarifah yang menikah bukan dengan dari golongan sayyid..??
JAWABAN:
Wa'alaikum salam.
KAFA’AH (kesepadanan)
*Devinisi secara syari’at: perkara yang mana seandainya tanpanya akan menyebabkan kecacatan atau ‘aib.
*Apa alasan harusnya mempertimbangkan kesepadanan dalam nikah..??
Jawaban:
Ulama’ berkata: sebab / alasan harusnya mempertimbangkan kesepadanan
dalam nikah yaitu adalah untuk menolak cela / noda / ‘aib yang mana
mengotori kepada tujuan-tujuan syari’at (yang ada lima) yang mana
diwajibkan bagi kita untuk selalu menjaganya (secara ijma’ / kesepakatan
ulama’), yaitu (tujuan syari’at yang ada 5) agama, jiwa, harga diri,
harta, akal. Dan juga termasuk alasan mempertimbangkan kesepadanan dalam
nikah dikarenakan tujuan-tujuan dalam nikah adalah untuk persahabatan
yang erat, kasih sayang, membangun keluarga yang saling menyayangi, dan
semua itu tidak akan terjadi kecuali dengan kesepadanan antara dua belah
pihak.
*Apa ada dalilnya keharusan mempertimbangkan kesepadanan dalam nikah...??
Jawaban:
Banyak sekali dalilnya, diantaranya Rosul bersabda: “pilih-pilihlah hai
kalian semua untuk bibit-bibit anak kalian, karena sesungguhnya nasab
adalah penarik (ini adalah pribahasa arab, maksudnya keturunan sifat dan
perilakunya tidak mungkin jauh dari sifat dan perilaku orang tuanya),
maka nikahlah kalian kepada yang sepadan dengan kalian dan nikahkanlah
mereka pula dengan yang sepadan”. Hadist riwayat Ibnu Majah & Hakim
& Al Baihaqi.
Diantara dalilnya juga sabda Rosulullah Saw
kepada Sayyidina Ali karromallahu wajhah “3 perkara jangan kamu
mengakhir-akhirkan nya, sholat jika telah datang waktunya, jenazah
(artinya langsung dimandikan, dikafani, dll), dan wanita yang tak
bersuami jika telah mendapati yang sepadan dengannya”. Hadist riwayat At
Turmudzi.
Diantara dalilnya juga sabda Rosulullah Saw:
“sesungguhnya Allah memilih kinanah dari anak Nabi Isma’il, dan memilih
quraish dari kinanah, dan memilih dari quraish bani hasyim, dan
memilihku dari bani hasyim”. Hadist riwayat Muslim & At turmudzi
& selain keduanya.
Ulama’ berkata: dan hadist-hadist diatas
menjadi dalil bahwa selain bangsa quraish arab bukanlah sepadan dengan
mereka dalam pernikahan, dan selain bani hasyim sepadan dengan mereka,
dan ketika ayat-ayat & hadist-hadist menunjukkan secara pasti bahwa
keturunan Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain semjuanya dinisbatkan
kepada Rosulullah Saw dengan nisbat yang sah yang mana tidak ada
perbedaan pendapat antara para ulama’ dalam masalah ini, dan benar-benar
sepakat para ulama’ atas permasalahan ini, yang mana mereka (keturunan
Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain) paling bagusnya manusia dalam
kemuliaan dan nasab, dan sesungguhnya tidak ada yang sepadan terhadap
mereka (keturunan Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain) kecuali dari
golongan mereka sendiri.
Imam As Suyuthi berkata dalam kitabnya
(Al Khosho’is): dan daripada kekhususan Rosulullah Saw adalah
keturunan-keturunannya dari anak perempuannya yaitu Sayyidatuna Fatimah,
dan keturunan Sayyidah Fatimah dinisbatkan/ bernasab kepada Rasulullah
Saw, dan bahwasannya tidak ada yang sepadan dengan mereka (keturunan
Sayyidatuna Fatimah), kecuali dari golongan mereka sendiri, dalilnya
adalah hadist yang diriwayatkan Hakim dari Sayyidina Jabir beliau
berkata: bahwa Rasulullah bersabda: “setiap keturunan dari ayah memiliki
‘asobah, kecuali anak-anak Fatimah putriku, maka akulah wali mereka dan
‘asobah mereka”. Imam At Thobroni meriwayatkan hadist dari Sayyidatuna
Fatimah “setiap keturunan perempuan maka mereka bernisbat kepada ‘asobah
mereka (jalur ayah), kecuali anak cucu Fatimah maka sesungguhnya AKUlah
(Rasulullah Saw) wali mereka dan ‘asobah mereka dan ayah-ayah bagi
mereka”.
Imam At Thobroni dan Abul Khoir meriwayatkan hadist:
“sesungguhnya Allah menjadikan keturunan setiap Nabi ada di sulbinya
(keturunan), Dan Allah menjadikan keturunanku ada pada sulbinya ‘Ali bin
Abi Tholib”.
Dan ketahuilah bahwa Alqur’an dan hadist tidak
pernah menjelaskan dengan tidak adanya pertimbangan pada kesepadanan
nasab dalam pernikahan sama sekali, dan tidak pernah pula mentiadakan
pertimbangan kesepadanan dalam hal agama. Iya memang betul keduanya
(Alqur’an dan hadist) menjelaskan dalam KEUTAMAAN orang-orang yang
bertaqwa daripada yang lainnya (yang tidak bertqwa), dan keduanya
menjelaskan pula dengan keutamaan keturunan Rosulullah daripada yang
lainnya, dan hadist menjelaskan dengan lebih utamanya orang arab
daripada selain bangsa arab, dan lebih utamanya bangsa quraish daripada
yang lainnya, dan lebih utamanya bani hasyim daripada yang bangsa
quraish, dan lebih utama nya Nabi Muhammad dan keturunanNYA daripada
bani hasyim, dan dari sini kebanyakan ulama’ berpendapat dengan adanya
pertimbangan kesepadanan dalam nasab, dan sesungguhnya tidak ada yang
sepadan dengan keturunan Nabi Muhammad kecuali dari golongan mereka
sendiri.
Ulama’ berkata: dan tidak bisa (Salah besar) mengambil
dalil atas tidak adanya pertimbangan nasab dalam kesepadanan dengan
firman Allah ta’ala “hai para manusia AKU ALLAH telah menciptakan kalian
laki-laki dan perempuan”, dan juga dengan sabda Nabi Muhammad “tidak
ada keutamaan bagi orang arab atas yang lainnya, dan tidak ada keutamaan
lebih antara bangsa selain arab dengan bangsa arab, kecuali hanya
dengan ketaqwaan”, dan sabda Nabi yang lainnya “sesungguhnya keluarga
bani fulan bukanlah yang memiliki kedekatan atau kekhususan bagiku, akan
tetapi yang memiliki itu adalah orang-orang yang bertqwa”. Maka semua
ayat dan hadist diatas adalah sebagai dalil tidak adanya kesepadanan
dalam nasab, karena ayat dan hadist diatas datang dalam hal menjelaskan
keutamaan orang yang bertaqwa, dan tidak ada keraguan bahwa yang mulia
disisi Allah adalah orang yang bertaqwa, dan pembahasan kita bukan
kearah kemuliaan orang yang bertaqwa, hanya saja pembahasan kita adalah
bahwa nasab yang agung apakah bisa dibanggakan oleh orang-orang yang
berakal di dunia atau tidak..?? jawabannya adalah iya, bisa dibanggakan,
dan bahwasannya wali yang memaksa anaknya untuk menikahi yang tidak
sepadan nasabnya yang mulia (keturunan Nabi Muhammad) dianggap
melecehkan dan dianggap ‘aib, ini bukan dianggap membanggakan nasab..!!
dan adapun larangan membangga-banggakan nasab adalah diarahkan kepada
jika ia sombong dan melecehkan yang lainnya, maka jika hanya menyebutkan
ni’mat yang agung (ditaqdirkan menjadi keturunan Nabi Muhammad) dan
niat menjaga harga diri sebagai keturunan Rosul daripada terjadinya ‘aib
(jika nikah pada selain keturunan Rosul) dan menjaga nasab Rosul agar
terus bersambung jangan sampai terputus, maka hal ini tidaklah hal yang
tercela, akantetapi diamalkan oleh para ulama’ dan sholihin, seperti
sabda Rosul “aku pemimpin anak adam wala fakhr (maksudnya: aku
mendapatkan ni’mat dan kemuliaan yang agung dari Allah, bukan dari
diriku sendiri, maka aku tidak menyombongkannya), dan dalam hadist yang
lain “aku adalah Nabi tanpa berbohong, aku adalah keturunan Abdul
Muttholib”.
Ulama’ berkata: adapun sabda Nabi “jikadatang
kepada kalian orang yang kalian ridho’i agama dan akhlaqnya, maka
kawinkanlah ia, jika tidak kamu lakukan maka ada fitnah dibumi ini dan
kerusakan yang besar”. Maka tidak ada dalam hadist ini pembahasan yang
menunjukkan kepada tidak ada pertimbangan dalam kesepadanan nasab,
karena maksud hadist itu begini: jika kamu tidak suka kepada orang yang
beragama dan memiliki akhlaq yang diridho’i yang mana keduanya
menyebabkan kesholehan dan ke istiqomahan, dan suka nya kalian hanya
dalam harta yang menarik kepada kesesatan dan yang menarik kepada adanya
kerusakan yang mana akan menyebabkan fitnah (yang menjelaskan ma’na
hadist ini adalah Assayyid Muhammad Al Murtadho Az Zabidi dalam syarah
ihya’ nya.
Maka jika dikatakan kepadamu: Nabi Muhammad kan
menikahkan Zainab bintu Jahsy yang berbangsa quraish dari kepada
budaknya Zaid bin haritsah, dan Nabi Muhammad menikahkan Fatimah bintu
qois berbangsa fihriyyah kepada Usamah bin Zaid, para Ulama’ berkata
dalam masalah ini: hal itu karena daripada kekhususan Nabi Muhammad
menikahkan kepada sesuka beliau walaupun tanpa ridho mereka dan ridho
wali mereka, karena firman Allah “Nabi Muhammad adalah lebih
utama/didahulukan oleh orang yang beriman daripada kepada diri mereka
sendiri”, dan sabda Nabi Muhammad Saw “aku wali setiap orang yang
beriman”. Maka tidak bisa diqiyaskan seseorangpun dengan perbuatan Nabi
dalam hal tersebut.
dan didalam suatu kisah “bahwa Nabi Muhammad Saw
ketika melamar Zainab untuk budakNya Zaid bin haristah, Si Zainab
menolak dan saudaranya pun menolak, dan Nabi muhammad pun tetap mendesak
kepada Zainab dan si Zainab tetap enggan, hingga turun firman Allah
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata”. Maka ketika itu berkata si Zainab
“engkau meridho’i aku dengan si Zaid wahai Rosul..?? Rosul menjawab “aku
ridho”, maka kemudian mereka dikawinkan.
Ulama’ berkata:
sesungguhnya Zainab enggan terhadap si Zaid, hanya saja karena si Zainab
memandang bahwa si Zaid tidaklah sepadan dengannya dari segi nasab,
akan tetapi ketika Rosul memerintahkan, maka wajib baginya untuk
mematuhi.
Begitu juga Fatimah bintu qois, sesungguhnya ia awal kali
enggan dengan si Usamah bin Zaid sehingga Rosul berkata kepada si
Fatimah “ta’at kepada Allah dan ta’at kepada Rosul lebih baik atasmu”,
hingga si Fatimah ridho ketika itu.
Maka seandainya kesepadanan
dalam nasab tidak harus dipertimbangkan, akan tetapi hanya kesepadanan
dalam agama/ketaqwaan saja, kenapa si Zainab dan Fatimah enggan kepada
si Zaid dan Usamah, padahal mereka kedua adalah termasuk
pembesar-pembesar sahabat Nabi Muhammad Saw dan termasuk yang paling
dicintai Nabi Muhammad Saw.
*Apa hukum kesepadanan dalam nikah dari segi nasab menurut imam 4 madzhab...???
Jawaban:
Sepakat imam 3, As Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad bin hanbal dan
kebanyakan ummat, bahwa kesepadanan dalam pernikahan dalam segi agama
dan nasab harus dipertimbangkan, kecuali menurut Imam Malik yang tidak
mempertimbangkannya, dan mereka imam 4 madzhab juga berbeda pendapat
dalam sifat-sifat kesepadanan yang harus dipertimbangkan.
*Apa hukumnya jika wali dan si perempuan setuju / sepakat atas pernikahan kepada yang tidak sepadan terhadapnya...???
Jawaban:
Sah akadnya menurut imam 3, dan dalam riwayat Imam Ahmad bin hanbal
beliau tidak mengesahkan pernikahan tersebut walaupun mereka (wali dan
si wanita) menggugurkan haq kesepadanan. Ibnu Taimiyyah berkata dalam
fatawa nya ketika pembahasan kesepadanan dalam nasab “adapun menurut Abi
Hanifah dan As Syafi’i dan Ahmad bin hanbal dalam salah satu riwayatnya
bahwa kesepadanan adalah haq dari wanita dan orang tuanya, maka jika
mereka ridho dengan lelaki yang tidak sepadan, boleh hukumnya. Dan
menurut imam Ahmad dalam riwayat yang lain bahwa kesepadanan adalah haq
Allah. Maka tidak sah pernikahan wanita kepada lelaki yang tidak sepadan
dengannya.
Ulama’ berkata: kesimpulannya bahwa madzhab imam
Ahmad mengharuskan menggugurkan haq kesepadanan dari keridhoan si wanita
dan seluruh walinya yang dekat maupun yang jauh, bahkan dalam riwayat
imam Ahmad yang lainnya bahwa tidak sah sama sekali walaupun mereka
semua (Wali yang dekat dan jauh & si wanita) ridho, karena
kesepadanan adalah haq Allah, maka tidaklah bisa digugurkan.
Dan saadah Al ‘Alawiyyun (termasuk keturunan-keturunan Rosul yang
sholeh, wali, qutb) telah memilih madzhab imam Ahmad bin hanbal dalam
menikahkan anak perempuan mereka, yaitu harus dari semua kalangan, wali
yang dekat ataupun yang jauh harus ridho semuanya (dari assegaf, maulad
dawilah, alaydrus,aljufri,almuhdhor,alhamid,almuthohhar,madihij,fad’aq,ba’abud,almunawwar,albaiti,alhinduan,baraqb ah,bilfaqih,bin
sumaith,bin syaikh abi bakr bin salim,alhabsyi,bin jindan,alhasani,al
jaelani, dan masih banyak yang lainnya), apakah sanggup untuk meminta
izin kepada semuanya...????????, para saadah memilih pendapat ini karena
untuk menjaga nasab suci Nabi Muhammad dan menghormati kepada Nabi
Muhammad. (disebutkan dalam kitab tarsyihul mustafidin, karangan Al
‘Allamah “alawi bin Ahmad Assegaf).
Maka jika dikatakan kepada
anda: Sayyidina Ali karromallahu wajhah telah menikahkan anak-anak
perempuannya yang mana ibu mereka adalah Sayyidatuna Fatimah bintu
Mhammad shollollahu alaihi wa sallam kepada selain keturunan bani
hasyim, maka jawabannya adalah: bahwa sesungguhnya diwaktu itu belum
menyebar nasab suci ini, masih sedikit mereka, dan Sayyidina Ali meminta
ridho kepada keluarga Nabi Muhammad meminta ridho mereka, dan Sayyidina
Ali juga memilihkan yang terbaik bagi anak-anaknya untuk menjaga nasab
suci ini. Berbeda dengan zaman ini, maka sangatlah sulit untuk
mengumpulkan keluarga Nabi Muhammad yang telah menyebar didunia ini
apalagi untuk meminta ridho mereka, sangatlah jauh dari kemungkinan.
Bahkan sebagian saadah berpegang pada riwayat imam Ahmad yang lainnya
yaitu tidak sahnya nikah dengan yang tidak sepadan sama sekali, karena
kesepadanan adalah haq Allah SWT.
Maka jika dikatakan kepada
kamu: ulama’ para ahli fiqh menyebutkan bahwa jika si perempuan dan
walinya menggugurkan kesepadanan, maka boleh menikahinya orang yang
tidak sepadan dengannya, dan tidak boleh berkomentar wali yang jauh..??,
jawabannya adalah: puncak dari apa yang disebutkan oleh ahli fiqh
(Selain imam Ahmad bin hanbal) adalah sebagai keringanan saja, ada
qo’idah fiqh “ar rukhos la tunathu bil ma’ashi (keringanan tidak bisa
digantungkan dengan kema’siat an”), MAKA OLEH KARENA ITU MENJADI HARUS
MENGARAHKAN PENDAPAT AHLI FIQH DALAM GUGURNYA KESEPADANAN DALAM NASAB
JIKA SI WALI DAN WANITA MENGGUGURKANNYA ADALAH JIKA TIDAK TERDAPAT UNSUR
MA’SIAT DAN DOSA, YANG PADAHAL JIKA KITA MENIKAHKAN SYARIFAH (WANITA
CUCU ROSULULLAH SAW) DENGAN SELAIN LELAKI CUCU NABI MUHAMMAD ADALAH
MENYAKITI HATI PARA CUCU NABI MUHAMMAD, YANG MANA JIKA MEREKA MENYAKITI
HATI CUCU-CUCU NABI MUHAMMAD SAMA SAJA MENYAKITI HATI SAYYIDATUNA
FATIMAH, JIKA MENYAKITI HATI SAYYIDATUNA FATIMAH BERARTI MENYAKITI HATI
ROSULULLAH SAW, MENGHINA ROSULULLAH SAW, MAKA MA’SIAT APA YANG MELEBIHI
DARI MENGHINA NABI MUHAMMAD SAW...????????, KARENA CUCU NABI ADALAH
BAGIAN DARI SAYYIDATUNA FATIMAH, DAN SAYYIDATUNA FATIMAH ADALAH BAGIAN
DARI NABI MUHAMMAD, “WAMA TSABATA LIL ASLI TSABATA LIL FAR’I (APA YANG
TETAP PADA AYAH KAKEKNYA –ASHL- MAKA TETAP JUGA PADA ANAK TURUNYA
–FAR’U-)”.
Imam Bukhori meriwayatkan hadist, Rosul bersabda
“Fatimah adalah bagian dariku, maka barangsiapa yang membuatnya marah
maka ia telah membuat aku marah juga”, dalam hadist yang lain rosul
berkata kepada sayyidatuna Fatimah “wahai Fatimah sesungguhnya Allah
marah dengan kemarahanmu, dan ridho dengan keridhoanmu”. MAKA
BARANGSIAPA YANG MENYAKITI ANAK CUCU SAYYIDATUNA FATIMAH TELAH MENANTANG
ALLAH / BAHAYA YANG BESAR INI.
Maka telah diketahui dari apa
yang telah dijelaskan bahwasannya apa yang di fatwakan saadah bani
‘alawi yang mana mereka adalah keluarga Nabi Muhammad bahwa “TIDAK BOLEH
SYARIFAH (WANITA CUCU NABI MUHAMMAD) MENIKAH KECUALI DENGAN SYARIF
(LAKI-LAKI CUCU NABI MUHAMMAD) SEPAKAT 4 MADZHAB, DAN KITA TIDAK BOLEH
MENENTANGNYA, KITA SEMUA HARUS MEMATUHINYA”.
#Saya
menerjemahkan ini dari kitab AL-HABIB ZAIN BIN SUMAITH “AL AJWIBATU AL
GHOLIYAH”,,, mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi saya dan semuanya...
aaamiiiin...... ^_^
--------------------------------------------------------------------------------
Kafaah menurut madzhab Syafi’i bukanlah syarat sahnya nikah akan tetapi menjadi hak dari seorang perempuan dan wali nikahnya. Sehingga jika salah satu dari wali atau si perempuan berniat menggugurkan kafaah dengan menginginkan orang yang tidak sekufu’ seperti seorang syarifah (perempuan keturunan dari syd Hasan atau syd Husein) menginginkan menikah dengan laki-laki pilihannya yang yang bukan seorang syarif, namun tidak mendapat restu dari walinya, maka pernikahannya tidak sah walaupun yang menikahkan adalah hakim. Namun jika ada keridhoan dari keduanya (si perempuan dan seluruh walinya sederajat) untuk menggugurkan hak kafaah, maka menurut kalangan fukoha’ pernikahannya sah.
Akan tetapi menurut pandangan dari para habaib khususnya ulama’ dari Hadramaut menyatakan bahwa hak kafaah yang berupa nasab khusus keturunan Nabi (keturunan syd Hasan dan syd Husein) dimiliki oleh seluruh wali baik yang dekat ataupun yang jauh.
Hal ini memberikan pengertian bahwa hak kafaahnya dimiliki oleh para syarif di seluruh penjuru dunia, karena mereka semua masih satu saudara yaitu dari syd Hasan dan syd Husein.
Berikut dalil dari kitab BUGHYATUL MUSTARSYIDIN karya Al-Habib Al-Allamah Abdurrahman al-Masyhur :
(مسألة): شريفة علوية خطبها غير شريف فلا أرى جواز النكاح وإن رضيت ورضي وليها، لأن هذا النسب الشريف الصحيح لا يسامى ولا يرام، ولكل من بني الزهراء فيه حق قريبهم وبعيدهم، وأتى بجمعهم ورضاهم، وقد وقع أنه تزوّج بمكة المشرفة عربي بشريفة، فقام عليه جميع السادة هناك وساعدهم العلماء على ذلك وهتكوه حتى إنهم أرادوا الفتك به حتى فارقها، ووقع مثل ذلك في بلد أخرى، وقام الأشراف وصنفوا في عدم جواز ذلك حتى نزعوها منه غيرة على هذا النسب أن يستخفّ به ويمتهن، وإن قال الفقهاء إنه يصح برضاها ورضا وليها فلسلفنا رضوان الله عليهم اختيارات يعجز الفقيه عن إدراك أسرارها، فسلَّم تسلم وتغنم، ولا تعترض فتخسر وتندم.
“ (Masalah) seorang wanita syarifah alawiyah dipinang oleh laki-laki yg bukan syarif. Beliau menjawab “ Aku berpendapat tidak boleh menikahinya walaupun si wanita itu rela dan si walinya juga rela. Karena nasab mulia dan sah ini tidak bisa dicari dan diminta. Dan bagi setiap keturunan Fathimah Az-Zahra memiliki haq sebagai kerabat baik yang dekat maupun yg jauh. Yaitu harus mendapat restu dari mereka semua.
Ini pernah terjadi bahwa ada seoarng arab dari Makkah menikah dengan seorang wanita syarifah, berita ini dio dengar oleh seorang saadah. Kemudian pernikahan ini dibubarkan setelah hamper saja penganten pria disergap masa. Akhirnya ia memilih untuk menceraikan istrinya.
Pernah juga terjadi di daerah lain, para saadah di sanapun bangkit menentang mereka menulis RISALAH mengenai “ tidak diperbolehkannya pernikahan semacam ini “ dan penganten wanita pun diambil paksa dari pangkuan penganten pria. Mereka melakukan ini semua karena semata-mata ingin membela nasab yang mulia jangan sampai dihinakan atau diremehkan oleh orang meskipun sebenarnya ulama fiqih menganggap sah pernikahan ini, asalkan calon penganten wanita dan walinya sama-sama ridho untuk melakukannya. Namun para pendahulu kita (ulama salaf) punya pendapat yang tidak bisa dipahami oleh ahli fiqih karena di sana ada rahasia-rahasia yang tidak bisa diungkapkan. Terima saja pendapat mereka, maka engkau akan selamat dan memperoleh keberuntungan. Dan jangan sekali-kali menentang, sebab engkau akan merugi dan menyesal !! “
Wa Allahu A'lam.
https://www.facebook.com/groups/konsultasifiqih/doc/293036657478290/
baca juga sekelumit tentang Habib Syeh Botoputih Surabaya di sini : http://daarussholihin.blogspot.com/2015/04/alhabib-syech-bin-achmad-bin-abdullah.html
Post A Comment:
1 comments:
ust sya chairunnisa alathos ,
ust sya ingin bertanya ?
apa hukuman nya bagi seorang laki" syaid yg menyakiti hati seorang wanita syarifah, misal nya: dia berbuat kdrt, dia meninggalkan tanpa sebab/tidak ada alasan, tidak bertanggung jwab, dll, ..
padahal seorang syarifah wajib menikah dengan syaid, ??
terima kasih ust.. mohon di jawab ,,
(nb : jwab lewat email yach ust : nisahally.alatas52@gmail.com )
Posting Komentar