Disampaikan oleh Sayidina Hasan bin Tsabit dalam syairnya,
“Ya Rasulullah, mataku ini belum pernah melihat manusia yang lebih tampan
selain wajahmu. Dan tidak ada yang lebih bagus dan lebih sempurna seperti
dirimu, tidak ada lagi wanita-wanita yang dapat melahirkan anak seperti dirimu
ya Rasulullah. Engkau diciptakan oleh Allah tanpa cacat. Seakan-akan engkau
diciptakan sesuai dengan keinginan.”
Syair lainnya dilantunkan oleh Ka’ab bin Zuhair yang dikenal
dengan Banat Su’ad sebelumnya adalah seorang penjahat besar, bahkan setelah ia
masuk Islam Rasulullah masih merasa sakit hati atasnya. Kaum Muhajirin yang
mengetahui akan rasa sakit hati Rasulullah tidak berkenan untuk membukakan
pintu bagi Ka’ab bin Zuhair. Kemudian Sayidina Ka’ab mendatangi kaum Anshor
untuk meminta saran, kaum Anshor menganjurkan Sayidina Ka’ab untuk datang saat
Rasulullah mengerjakan solat subuh berjama’ah dan mengambil posisi solat tepat
di belakang Rasulullah dengan “bermuhlatsam” (kebiasaan orang Arab terdahulu datang
dengan kondisi wajah yang tertutup dan hanya terlihat matanya saja), dan ketika
selesai solat mereka menganjurkan Ka’ab untuk memeluk Nabi dan membawakan
pujian atasnya.
Saran dari kaum Anshor dilakukan oleh Ka’ab bin Zuhair.
Kemudian dia menghampiri Rasulullah masih dengan bermuhlatsam ia bertanya, “Ya
Rasulullah, jika Ka’ab bin Zuhair datang ke hadapanmu, dia bertobatdan meminta
maaf kepadamu dan masuk Islam. Apakah kau akan memaafkan dirinya?” Nabi yang
semula menduga bahwa Ka’ab yang bermuhlatsam sebagai orang badui kaget
mendengar pertanyaan tersebut dan kemudian menjawab, “Jika dia datang bertobat
dan memohon ampun kepada Allah, maka aku akan memaafkannya dan memintakan
ampunan baginya kepada Allah.” Mendengar jawaban dari Rasullah seraya Ka’ab membuka
tutupan wajahnya dan mengaku bahwa dirinya adalah Ka’ab bin Zuhair, dan ia
langsung memeluk, menciumi, dan membawakan syair-syair pujian atas Rasulullah
SAW dan juga kaum Anshor. Rasulullah pun tersenyum mendengar syair pujian dari
Ka’ab, kemudian Nabi melepaskan burdah miliknya dan memberikannya untuk Ka’ab
bin Zuhair.
Syekhuna As Said Ahmad bin Alwi Al-Maliki berkata mengenai
*burdah. Dan menyatakan bahwa yang pantas untuk syair Busiri bukanlah burdah
melainkan bur’ah (kesembuhan dari penyakit). Karena meskipun yang didapatinya
di dalam mimpi adalah burdah (sorban) tapi di kehidupan nyata ia mendapatkan
kesembuhan atas sakit yang dideritanya (bur’ah).
*)burdah adalah syair yang dibuat oleh Imam Al-Busiri.
Burdah dikisahkan pembuatan burdah tersebut dilatarbelakangi
oleh kondisi kesehatan sang imam yang mengalami stroke yang mana tidak sembuh
meski sudah berobat. Kemudian ia menulis syair untuk Rasulullah, itulah yang
kemudian dikenal dengan burdah. Sang Imam Al-Busiri bermimpi Rasulullah yang memintanya
untuk menyampaikan syair buatannya. Bahkan di bait yang tidak sanggup
diungkapkan olehnya maka diteruskan oleh Rasulullah, yang mana berbunyi “fama
blaghul ilmi fihi annahu basyaru ruannahu khoiru kholqillahi kulli himii.” Dan
Rasulullah menyampaikan kabar gembira bahwa karena syair yang telah dibuatnya
tersebut, maka penyakitnya akan sembuh. Terbangun dari mimpinya Imam Al-Busiri
mendapatkan dirinya sudah sembuh dari sakit yang dideritanya.Ia juga
mendapatkan burdah dari Rasulullah, maka itu ia menamakan syairnya dengan
burdah. Dan sejak saat itu pembacaan burdah dilakukan dimana-mana.
Yang menarik diriwayatkan oleh Imam Mutabrani fil Mu’ajab,
bahwasanya Sayidina Abbas bin Abdul Mutholib bergembira atas anugerah Allah
yang berupa kelahiran Rasulullah, sehingga dia mengungkapkannya dengan syair
pujian untuk Rasulullah SAW. Dan ia berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah
izinkan saya untuk memuji engkau dengansyair pujian.” Rasulullah menjawab
“Ucapkan pujianmu, semoga Allah tidak merontokkan gigimu ya Abbas.” Diceritakan
bahwa ketika Sayidina Abbas meninggal dunia (saat itu usianya sekitar 80 atau
88 tahun) tidak ada satupun dari giginya yang tanggal. Hal itu berkat doa dari
Rasulullah SAW.
Dikutip dari tausyiah Habib Ahmad bin Nouvel Jindan saat Dauroh
dengan tema “Maulid Antara Bid’ah atau Sunnah”
http://daarussalafie.org/
Post A Comment: