Bentuk ungkapan atas kegembiraan dapat dilakukan dalam
bentuk apapun. Hal tersebut diperbolehkan selama tidak menyimpang dari
ketentuan agama Allah.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim : Ketika Nabi
hijrah ke kota Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi yang sedang
berpuasa di hari Asyuro. Rasulullah pun bertanya-tanya atas keadaan tersebut.
Maka kaum Yahudi menjawab bahwa hari Asyuro adalah hari dimana Allah
menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya (Bani Israil),
sehingga mereka berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur kami atas anugerah
tersebut. Lantas Nabi mengatakan bahwa kaum musliminlah yang lebih berhak atas
hal tersebut. Karena pada hakikatnya orang-orang Yahudi tidak beriman kepada
Nabi Musa Alaihisalam, bahkan mereka menentang Allah SWT. Karena itulah Nabi
memerintahkan kepada sahabatnya untuk berpuasa Asyuro sebagai bentuk rasa
syukur kepada Allah (atas keselamatan Nabi Musa dan kaumnya).
Dalam hal ini bentuk kegembiraan ini dilakukan dengan cara
berpuasa.
Jadi, kegembiraan atas anugerah dianjurkan oleh Allah dan
juga oleh Rasulullah SAW. Dalam Shahih Bukhari dalam bab Nikah ada kutipan
tentang kisah Abu Lahab, bahwasanya Sayidina Abbas bin Abi Muthalib memimpikan
Abu Lahab dibakar di neraka oleh Allah, hanya saja pada hari Senin Abu Lahab
mendapatkan keringanan atas hukuman tersbut dikarenakan pembebasan budak
(Tsuwibatul aslamia) yang dilakukan oleh Abu Lahab saat diberikannya kabar
gembira atas.
Dalam kisah ini tergambar bahwa bentuk kegembiraan dengan
membebaskan budak.
Selain itu ada pula cara lain untuk mengungkapkan
kegembiraan lainnya, yakni dengan menyenandungkan puji-pujian atas Nabi
Muhammad SAW. Hal tersebut dilakukan oleh para sahabat Rasulullah. Dan
Rasulullah pun tidak menentang hal tersebut, bahkan mereka direstui bahkan
sampai diberikan hadiah oleh Rasulullah SAW. Tak terhitung syair-syair indah
yang dilantunkan para sahabat untuk Rasulullah.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa
para sahabat sering kali mereka duduk satu sama lain menyebut-nyebut tentang
karunia Allah yang diberikan kepada mereka berupa kehadiran Nabi Muhammad SAW.
Abu Hurairah meriwayatkan di saat Nabi mengambil potongan
daging dan kemudian beliau menggigit dan beliau memakannya. Bagian daging yang
Nabi suka adalah bagian katif. Rasulullah meletakan makanannya dan berkata,
“Saya adalah pemimpin anak Adam dan semua anak keturunannya berada di bawah
benderaku di hari kiamat.”
Rasulullah berkisah kepada para sahabatnya sebagaimana yang
diriwayatkan dalam Haditsus Syafa’ah bahwa di hari kiamat, Allah akan
mengumpulkan seluruh manusia di padang Mahsyar. Dimana keadaan mereka terkumpul
denganbertumpuk-tumpuk, dan posisi matahari didekatkan sejarak 1 mil (entah
hitungan 1 mil adalah 1 km atau sukuran ujung sipat mata). Sehingga orang-orang
datang kepada Nabi Adam untuk meminta syafa’at. Mereka berkata“Engkau dapat
melihat keadaan berat kita saat ini. Mintakanlah syafa’at kepada Allah.” Maka
Nabi Adam menjawab, “Sesungguhnya hari ini Allah murka kepada hambanya,
kemurkaan yang belum pernah dan tidak akan pernah terjadi seperti itu. Aku
tidak dapat menolong kecuali menolong diriku sendiri. Aku telah melakukan kesalahan,
aku telah memakan bagian dari pohon yang terlarang. Aku tidak bisa
menyelamatkan selain diriku sendiri. Pergilah kalian kepada orang lain. Jikapun
kalian mencari syafa’at maka datanglah kepada Nabi Nuh Alaihisalam.” Kemudian
mereka pergi ke Nabi Nuh untuk meminta syafa’at, namun Nabi Nuh pun berkata hal
yang sama seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Adam. Mereka diperintahkan untuk
datang kepada Nabi Ibrahim Alaihisalam, dan mereka mendapatkan jawaban yang
serupa. Mereka terus mendatangi nabi-nabi berikutnya hingga sampai kepada Nabi
Muhammad SAW. Beliau tidak menjawab seperti apa yang dikatakan nabi-nabi yang
sebelumnya telah mereka datangi. Beliau bersujud kepada Allah di tahta Arsy,
memuji Allah dengan puji-pujian yang luar biasa. Allah pun meminta Rasulullah
untuk mengangkat kepalanya, Allah mengizinkan Rasulullah untuk memberikan
syafa’at dan syafa’at itu diterima oleh Allah, serta Allah akanmengabulkan
segala permintaan Rasulullah SAW. Maka karena itu Rasulullah memberikan
syafa’atnya yang teragung untuk seluruh manusia. Dan itulah yang dinamakan
dengan Al-Maqam Al-Mahmud.
Dikutip dari tausyiah Habib Ahmad bin Nouvel Jindan saat
Dauroh dengan tema “Maulid Antara Bid’ah Atau Sunnah”
Post A Comment: