Halaman

Cari

Bentuk Kegembiraan Atas Anugrah Terbesar Allah SWT (bag. 1)

Share it:
roudoh Rosulullah SAW

Bentuk ungkapan atas kegembiraan dapat dilakukan dalam bentuk apapun. Hal tersebut diperbolehkan selama tidak menyimpang dari ketentuan agama Allah.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim : Ketika Nabi hijrah ke kota Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi yang sedang berpuasa di hari Asyuro. Rasulullah pun bertanya-tanya atas keadaan tersebut. Maka kaum Yahudi menjawab bahwa hari Asyuro adalah hari dimana Allah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya (Bani Israil), sehingga mereka berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur kami atas anugerah tersebut. Lantas Nabi mengatakan bahwa kaum musliminlah yang lebih berhak atas hal tersebut. Karena pada hakikatnya orang-orang Yahudi tidak beriman kepada Nabi Musa Alaihisalam, bahkan mereka menentang Allah SWT. Karena itulah Nabi memerintahkan kepada sahabatnya untuk berpuasa Asyuro sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah (atas keselamatan Nabi Musa dan kaumnya).


Dalam hal ini bentuk kegembiraan ini dilakukan dengan cara berpuasa.

Jadi, kegembiraan atas anugerah dianjurkan oleh Allah dan juga oleh Rasulullah SAW. Dalam Shahih Bukhari dalam bab Nikah ada kutipan tentang kisah Abu Lahab, bahwasanya Sayidina Abbas bin Abi Muthalib memimpikan Abu Lahab dibakar di neraka oleh Allah, hanya saja pada hari Senin Abu Lahab mendapatkan keringanan atas hukuman tersbut dikarenakan pembebasan budak (Tsuwibatul aslamia) yang dilakukan oleh Abu Lahab saat diberikannya kabar gembira atas.

Dalam kisah ini tergambar bahwa bentuk kegembiraan dengan membebaskan budak.

Selain itu ada pula cara lain untuk mengungkapkan kegembiraan lainnya, yakni dengan menyenandungkan puji-pujian atas Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut dilakukan oleh para sahabat Rasulullah. Dan Rasulullah pun tidak menentang hal tersebut, bahkan mereka direstui bahkan sampai diberikan hadiah oleh Rasulullah SAW. Tak terhitung syair-syair indah yang dilantunkan para sahabat untuk Rasulullah.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa para sahabat sering kali mereka duduk satu sama lain menyebut-nyebut tentang karunia Allah yang diberikan kepada mereka berupa kehadiran Nabi Muhammad SAW.

Abu Hurairah meriwayatkan di saat Nabi mengambil potongan daging dan kemudian beliau menggigit dan beliau memakannya. Bagian daging yang Nabi suka adalah bagian katif. Rasulullah meletakan makanannya dan berkata, “Saya adalah pemimpin anak Adam dan semua anak keturunannya berada di bawah benderaku di hari kiamat.”

Rasulullah berkisah kepada para sahabatnya sebagaimana yang diriwayatkan dalam Haditsus Syafa’ah bahwa di hari kiamat, Allah akan mengumpulkan seluruh manusia di padang Mahsyar. Dimana keadaan mereka terkumpul denganbertumpuk-tumpuk, dan posisi matahari didekatkan sejarak 1 mil (entah hitungan 1 mil adalah 1 km atau sukuran ujung sipat mata). Sehingga orang-orang datang kepada Nabi Adam untuk meminta syafa’at. Mereka berkata“Engkau dapat melihat keadaan berat kita saat ini. Mintakanlah syafa’at kepada Allah.” Maka Nabi Adam menjawab, “Sesungguhnya hari ini Allah murka kepada hambanya, kemurkaan yang belum pernah dan tidak akan pernah terjadi seperti itu. Aku tidak dapat menolong kecuali menolong diriku sendiri. Aku telah melakukan kesalahan, aku telah memakan bagian dari pohon yang terlarang. Aku tidak bisa menyelamatkan selain diriku sendiri. Pergilah kalian kepada orang lain. Jikapun kalian mencari syafa’at maka datanglah kepada Nabi Nuh Alaihisalam.” Kemudian mereka pergi ke Nabi Nuh untuk meminta syafa’at, namun Nabi Nuh pun berkata hal yang sama seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Adam. Mereka diperintahkan untuk datang kepada Nabi Ibrahim Alaihisalam, dan mereka mendapatkan jawaban yang serupa. Mereka terus mendatangi nabi-nabi berikutnya hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau tidak menjawab seperti apa yang dikatakan nabi-nabi yang sebelumnya telah mereka datangi. Beliau bersujud kepada Allah di tahta Arsy, memuji Allah dengan puji-pujian yang luar biasa. Allah pun meminta Rasulullah untuk mengangkat kepalanya, Allah mengizinkan Rasulullah untuk memberikan syafa’at dan syafa’at itu diterima oleh Allah, serta Allah akanmengabulkan segala permintaan Rasulullah SAW. Maka karena itu Rasulullah memberikan syafa’atnya yang teragung untuk seluruh manusia. Dan itulah yang dinamakan dengan Al-Maqam Al-Mahmud.


Dikutip dari tausyiah Habib Ahmad bin Nouvel Jindan saat Dauroh dengan tema “Maulid Antara Bid’ah Atau Sunnah”
Share it:

Artikel

Aswaja

kisah

Sejarah

siroh-nabawiyah

Post A Comment: