
Setelah buka puasa bersama, kemudian sholat maghrib berjama’ah. Setelah
minum kopi, teh dan makan, terjadilah dialog antara Soeharto dan Gus
Dur.
Soeharto : “Gus Dur sampai malam di sini?”
Gus Dur : “Engga Pak! Saya harus segera pergi ke ‘tempat lain’.”
Soeharto : “Oh iya ya ya… silaken. Tapi kyainya kan ditinggal di sini ya?”
Gus Dur : “Oh, iya Pak! Tapi harus ada penjelasan.”
Soeharto : “Penjelasan apa?”
Gus Dur : “Sholat Tarawihnya nanti itu ‘ngikutin’ NU lama atau NU baru?”
Gus Dur : “Engga Pak! Saya harus segera pergi ke ‘tempat lain’.”
Soeharto : “Oh iya ya ya… silaken. Tapi kyainya kan ditinggal di sini ya?”
Gus Dur : “Oh, iya Pak! Tapi harus ada penjelasan.”
Soeharto : “Penjelasan apa?”
Gus Dur : “Sholat Tarawihnya nanti itu ‘ngikutin’ NU lama atau NU baru?”
Soeharto jadi bingung, baru kali ini dia mendengar ada NU lama dan NU baru. Kemudian dia bertanya.
Soeharto : “Lho NU lama dan NU baru apa bedanya?”
Gus Dur : ” Kalau NU lama, Tarawih dan Witirnya itu 23 rakaat.”
Soeharto : “Oh iya iya ya ya… ga apa-apa….”
Gus Dur : ” Kalau NU lama, Tarawih dan Witirnya itu 23 rakaat.”
Soeharto : “Oh iya iya ya ya… ga apa-apa….”
Gus Dur sementara diam. Kemudian Soehato bertanya lagi.
Soeharto : “Lha kalau NU baru?”
Gus Dur : “Diskon 60% !”
Hahahahahaha…. (Gus Dur, Soeharto, dan orang-orang di sekitarnya yang mendengar dialog tersebut pun ikut tertawa.)
Gus Dur : “Ya, jadi sholat Tarawih dan Witirnya cuma tinggal 11 rakaat.”
Soeharto : “Ya sudah, saya ikut NU baru aja, pinggang saya sakit.”
Gus Dur : “Diskon 60% !”
Hahahahahaha…. (Gus Dur, Soeharto, dan orang-orang di sekitarnya yang mendengar dialog tersebut pun ikut tertawa.)
Gus Dur : “Ya, jadi sholat Tarawih dan Witirnya cuma tinggal 11 rakaat.”
Soeharto : “Ya sudah, saya ikut NU baru aja, pinggang saya sakit.”
——
Tarawih diskon menjadi 11 rakaat itu adalah taraweh gaya Muhammadiyah.
Karena keluarga Pak Harto sendiri disebut orang “hidup dengan gaya
Muhammadiyah tapi mati dengan cara NU”. Sebab, Pak Harto sendiri pernah
mengaku bahwa semasa sekolah di Yogyakarta belajar di SMP Muhammadiyah
(jadi berakidah Muhammadiyah), tapi ketika istrinya meninggal, rumahnya
di Cendana sibuk dengan acara tahlilan (3 hari, 7 hari, 40 hari, 100
hari, dan seterusnya), dan ini gayanya NU.
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar