ABDULLAH menatap penuh harap ingin diberi roti ketika menyaksikan
teman-temannya dengan lahap mengunyah roti yang terlihat amat lezat.
Abdullah kembali harus menahan air liurnya kala teman-temannya
menyeruput aneka sirop dan berebut coklat. Tak tahan menyaksikan semua
itu, bocah berusia tujuh tahun itu akhirnya berlari meninggalkan
kerumunan bocah-bocah yang tengah berpesta menuju sang Ummi dalam tenda
pengungsi.
“Ummi…. lapar…,” seru bocah Somalia yang tinggal tulang belulang itu.
Bocah hitam yang amat kurus itu menekan perut kempisnya kuat-kuat untuk
mengurangi rasa lapar yang melilit. Abdullah lantas menarik lengan sang
Ummi dan menuntunnya ke luar tenda untuk memperlihatkan apa yang
dilakukan teman-taman sebayanya.
“Mi… lihatlah mereka makan dengan lahapnya. Mereka kenyang dan mereka
bahagia,” ucapnya dengan nada seolah minta persetujuan sang Ummi agar
ia boleh bergabung dengan mereka.
“Tidak! Tidak nak…! Kau tak boleh melakukan itu. Kita tak boleh
menjual aqidah hanya dengan segenggam roti, sepotong coklat dan segelas
sirop,” sang Ummi berucap lembut namun bernada tegas. “Dulu para sahabat
pun pernah mengalami kelaparan seperti kita, dan mereka tetap sabar.
Mereka tetap memegang teguh Islam. Rasulullah yang kita cintai
mengabarkan ‘syurga’ buat orang-orang yang lapar dalam membela Islam.
Lalu kenapa kita harus menukar syurga itu dengan kesenangan dunia yang
hina dan sementara ini, Nak…?
“Masih ingatkah ….. ketika Abimu masih ada beliau pernah bercerita
tentang ‘Ahlus Suffah’? Orang-orang yang belajar hadits pada Rasul dan
mereka tinggal di masjid karena mereka rata-rata miskin. Mereka
kelaparan kemudian jatuh waktu melakukan shalat saking tak kuatnya
menahan lapar dan lemahnya badan. Melihat itu, Rasul datang menghampiri
sambil berkata: “Jika engkau tahu balasan lapar yang kau derita ini
(balasan syurga) pasti engkau ingin lebih lapar dari ini. Ahlus Suffah
pun menjawab: “Ya Rasulullah, saya tidak menyesal dengan keadaan ini,
dan saya ingin lebih lapar lagi.” Ummi berharap, kau bisa setegar Ahlus
Suffah tersebut,” ucap sang Ummi penuh harap.
Mendengar kisah Ahlus Suffah itu, Abdullah menjadi bersemangat
kembali. Kini terlihat binar terang dalam mata cekungnya. “Ummi, aku
pamit mau muraja’ah hafalan Quran. Sudah tiga hari ini aku lalai,” ucap
Abdullah seraya menghambur ke luar tenda. Bocah kecil yang sudah hafal
sepuluh juz itu menuju tempat sunyi sambil menggenggam Quran kecil.
dicopi dr islampos.com
Navigation

Post A Comment: