Gaya Bahasa Manusia
Setiap kitab agama lain dibangun pada
pola: “pada suatu ketika…” atau “Rubah dan anggur… Serigala dan anak
biri-biri,” dan lain-lain, yaitu:
1. a. Pada Mulanya (pada suatu ketika)
Allah menciptakan langit dan bumi… (Ditambah penekanan). (Injil – Kejadian 1:1)
b. Pada mulanya (pada suatu ketika)
Firman itu bersama-sama dengan Allah dan firman itu adalah Allah… (Ditambah penekanan). (Injil -Yohanes 1:1)
c. Inilah silsilah (yang asli, pada mulanya) Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham … (Ditambah penekanan). (Injil – Matius 1: 1)
Allah menciptakan langit dan bumi… (Ditambah penekanan). (Injil – Kejadian 1:1)
b. Pada mulanya (pada suatu ketika)
Firman itu bersama-sama dengan Allah dan firman itu adalah Allah… (Ditambah penekanan). (Injil -Yohanes 1:1)
c. Inilah silsilah (yang asli, pada mulanya) Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham … (Ditambah penekanan). (Injil – Matius 1: 1)
2. Sesudah Musa, hamba Tuhan itu mati
(terjadi lagi, pada suatu ketika) berfirmanlah Tuhan kepada Yosua …
(Ditambah penekanan). (Injil – Yosua 1: 1)
3. Sesudah Yosua mati, (terjadi lagi,
pada suatu ketika) orang Israel bertanya kepada Tuhan …(Ditambah
penekanan). (Injil – Hakim-hakim 1: 1)
4. Terjadi (terjadi lagi, pada suatu
ketika) pada zaman para hakim memerintah ada kelaparan di tanah …
(Ditambah penekanan). (Injil – Rut 1: 1).
5. Ada seorang laki-laki (pada suatu
ketika) dari Ramataim-Zofim, dari pegunungan Efraim … (Ditambah
penekanan). (Injil – l Samuel 1: 1).
6. Terjadi (terjadi lagi, pada suatu ketika) setelah Saul mati … (Ditambah penekanan). (Injil – 2 Samuel 1: 1 ).
7. Saat ini (pada suatu ketika) Raja Daud
telah tua dan lanjut umurnya, dan biarpun ia diselimuti badannya tetap
dingin. (Injil – l Raja-raja l: 1).
8. Saat ini (pada suatu ketika) pada tahun pertama zaman koresy, raja negeri Persia … (Ditambah penekanan). (Injil – Ezra 1: 1).
9. Terjadi (terjadi lagi, pada suatu ketika) pada zaman Ahasyweros… (Ditambah penekanan). (Injil – Ester l:1)
- Terjadi (terjadi lagi, pada suatu ketika) pada tahun ketiga puluh dalam bulan yang ke empat, pada tanggal lima bulan itu … (Ditambah penekanan). (Injil – Yehezkiel 1: 1)
Jika contoh-contoh ini tidak
membingungkan Anda, maka tidak ada lagi yang akan membingungkan Anda!
Tak terelakkan lagi Anda terpesona dengan sindrom “pada suatu ketika”.
Anda telah diperkuat dengan kegemaran cerita buatan manusia, bahkan jika
mereka benar. Gaya bahasa, pola, dan penggambaran ini adalah bagaimana
manusia berfikir, berbicara dan menulis. Jangan salahkan mereka karena
manusia akan bersifat manusia.
Semua keterangan di atas berasal dari
Versi King James yang sudah direvisi (KJV= King James Version), versi
yang paling populer di antara umat Kristen dunia. Anda harus
memperhatikan bahwa setiap ayat dalam kutipan di atas adalah 1: l, 1: 1,
berarti pasal pertama dan ayat pertama dari Injil. Yang mulai dengan
“Saat ini, saat ini, saat ini!” Coba, lihat pada diri Anda sendiri
berapa banyak lagi kata seperti pada mulanya dapat Anda temukan dalam
“Books of Books,” Bagaimanapun saya harus memperingatkan Anda bahwa
indeks Injil tidak akan menolong. Anda harus menomori halaman sama
seperti yang saya lakukan.
Indeks Tidak Akan Menolong
Saya mencari keterangan dari dua indeks
Injil. Satu yang diterbitkan oleh Jehovah’s Witnesses (Saksi-saksi
Yehovah) –Sekte Kristen yang paling cepat tumbuhnya dalam umat Kristen.
Yang kedua adalah “Young’s Analytical Concordance to the Bible.” Kedua
indeks ini masing-masingnya lebih dari 300.000 judul. Terakhir tidak
kurang dari 277 daftar baru, tetapi tidak terdapat sebuah kata “Saat
ini” (pada suatu ketika) dari contoh-contoh yang diberikan di atas. Anda
dapat menebak alasannya!
Saya tidak ingin mengganggu kesabaran
Anda lebih jauh. Saya sadar bahwa Anda menginginkan bukti. “Baiklah,
sekarang, tolong ceritakan kepada kami tentang wahyu Al-Qur’an!:
“Saat itu malam ke l7 bulan Ramadhan Nabi
Islam Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam berada di dalam gua Hira,
di pinggiran kota Makkah. Dia biasa menjauhkan diri ke gunung Hira untuk
mencari kedamaian, ketenangan dan agar dapat merenung. Biasanya ia
kuatir tentang masalah-masalah kaumnya –mabuk-mabukan, perzinahan,
penyembahan berhala, peperangan, ketidakadilan dan kekejaman mereka.
Begitu banyak sehingga Gibbon, sejarawan terkemuka, terpaksa mencatat
dalam tulisannya “Decline and Fall of the Roman Empire” (Kemunduran dan
Keruntuhan Kekaisaran Roma):
“Kebrutalan manusia (bangsa Arab), hampir tanpa perasaan, sangat sulit dibedakan dari dunia hewan yang lain.”
Petapa Hira tersebut sedang merindukan
sebuah penyelesaian. Dia biasa menjauhkan diri ke tempat pengasingan
secara sendirian atau kadang-kadang dengan istri tercintanya Ummul
Mu’minin (Ibu orang-orang beriman) Khadijatul-Kubra.
Seruan Pertama
Suatu malam –Malam Lailatul-Qadr– (Malam
kekuatan dan keunggulan) ketika dunia tenang dengan kedamaian Tuhan dan
seluruh alam menghadap ke arah Tuhannya –pada pertengahan malam tersebut
kitab Tuhan dibuka bagi jiwa yang dahaga. Jibril, malaikat Allah,
tampak kepadanya, dan memerintahkan dalam bahasa daerahnya ‘iqra’ yang
berarti “baca!” atau “bawakan” atau “latih” atau “nyatakan” dengan
keras! Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sangat takut dan
benar-benar tidak siap menghadapi kejutan ini. Ini bukanlah upacara
kelulusan atau pemakaian jubah. Dalam ketakutan dan keragu-raguan
bercampur takut ia berseru ‘Maa-ana beqaa-Ri’in (Saya tidak dapat
membaca!)” Malaikat tersebut mengulangi perintah ‘iqra’ untuk yang kedua
kali, dengan tanggapan yang sama dari Muhammad Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Jibril memeluknya dengan keras dan memerintahkannya untuk yang
ketiga kali:
Bacalah ! Dengan (menyebut) Nama Tuhanmu, yang menciptakan ….
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam
sekarang mengerti bahwa yang perlu ia lakukan adalah mengulang apa yang
telah dikatakan, karena kata Arab ‘iqra’ berarti: baca., bawakan atau
ulangi! Mengikuti ayat pertama Surat Al-’Alaq (Surat ke 96 dari
Al-Qur’an) di atas. Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mengulang dan
membawakan empat ayat lagi pada seruan pertamanya dan kemudian ayat-ayat
tersebut dicatat dalam bentuk tertulis pada kitab suci Al-Qur’an.
“Tunggu, Tuan Deedat!” saya hampir dapat
mendengar jeritan Anda. Semua yang sedang Anda katakan kepada kami
tentang wahyu Al-Qur’an ini tidak berbeda dengan sejumlah contoh lainnya
yang harus Anda buktikan tentang adanya tangan manusia di dalamnya.
Apakah semuanya berbuat keliru dan bukan bersifat ketuhanan?”
Tepat sekali! Saya senang Anda melihat
dengan jelas bagaimana subyektifnya pikiran, perkataan dan pencatatan
manusia. Sejak Anda meminta saya “tolong ceritakan pada kami tentang
wahyu Al-Qur’an,” dan saya mulai memberi tanggapan –Saat itu malam ke 17
bulan Ramadhan ….” sampai– “dan kemudian dicatat dalam bentuk tertulis
pada kitab suci Al-Qur’an” adalah kata-kata saya sendiri, meminjam dari
kitab suci Al-Qur’an, dari kitab hadits, dan dari sejarah serta dari
mulut orang-orang yang berpengetahuan yang saya dengar selama puluhan
tahun lebih. Naskah Al-Qur’an ini tidak tercemar oleh tangan manusia.
Inilah bagai-mana Al-Qur’an dijaga. Saya cantumkan di bawah ini lima
ayat pertama dari wahyu pertama Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam,
untuk pengamatan dan studi kritis Anda.
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
3. Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang Maha Pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
5. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(QS. Al-’Alaq: 1-5)
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
3. Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang Maha Pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
5. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(QS. Al-’Alaq: 1-5)
Sebuah Catatan Unik
Setiap teks Al-Qur’an, dalam bahasa Arab atau dalam bentuk terjemahan dalam bahasa apaquran pun akan mengikuti pola
Setiap teks Al-Qur’an, dalam bahasa Arab atau dalam bentuk terjemahan dalam bahasa apaquran pun akan mengikuti pola
ini. Tidak ada jika atau tetapi. Anda
tidak akan menemukan dalam teks atau terjemahan bahwa Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam “berusia 40 tahun ketika menerima seruan
pertamanya.” Anda tidak akan menemukan bahwa “ia di dalam gua gunung
Hira.” Anda tidak akan menemukan bahwa “ia melihat malaikat Jibril” atau
bahwa “ia ketakutan,” atau bagaimana reaksi dan tanggapannya terhadap
perintah “Iqra’!” Bahwa ketika malaikat tersebut pergi setelah
melengkapi 5 ayat pertama tersebut, “Muhammad berlari ke rumahnya
sekitar 3 mil sebelah selatan Makkah menemui istri tercinta Khadijah dan
mengatakan apa yang telah terjadi dan meminta sang istri
menyelimutinya, menyelimutinya!” Semua ini apa yang saya namakan gaya
bahasa “pada suatu ketika!” Kitab suci Al-Qur’an tidak menggambarkan
apapun tentang ini, benar-benar sebuah narasi dan pemeliharaan yang
unik. Singkatnya ini mu’jizat!
Lebih jauh, tidak seperti usaha seni
literatur manusia manapun, di mana segalanya mulai dengan yang
permulaan: kata pertama dan ayat pertama wahyu Al-Qur’an bukanlah surat
pertama dan ayat pertama dari Al-Qur’an –Ayat-ayat tersebut menduduki
surat ke 96 dari Al-Qur’an, sebagai penulis ketuhanan (Tuhan Yang Maha
Kuasa) telah mengajarkan utusan pilhan-Nya, Muhammad Shallallabu Alaihi
wa Sallam. Tidak ada kitab agama di bumi ini yang mirip dengannya atau
mengikuti pola ini, karena tidak ada wahyu yang (dinyatakan tanpa bukti)
dipelihara keasliannya ketika diwahyukan!
Seorang Psikolog Canada
Saya mendapat kehormatan berbagi pikiran
tentang seruan pertama Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam,
sebagaimana termuat dalam 5 ayat pertama Surat Al-’Alaq (surat ke 96)
seperti terlihat pada pembahasan sebelumnya, dengan seorang pemuda dari
Canada. Saya sedang membawanya dalam sebuah tour ke masjid terbesar di
belahan bumi bagian selatan. Selagi bercakap-cakap, saya menanyakan
pekerjaannya. Dia mengatakan sedang mengambil kuliah master di bidang
psikologi. “Psikologi?” saya berkata, dan dengan segera menarik
perhatiannya pada 5 ayat pertama surat yang sedang didiskusikan. Saya
menanyakannya bagaimana ia akan menerangkan tentang perintah suci dan
pengalaman Muhammad yang berbicara tentang “Membaca, menulis dan belajar
sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya,” sesuatu yang bukan masalahnya
saat itu, bukan pula masalah kaumnya. Bagaimana pikiran seorang manusia
yang subyektif dapat berlatih kata-kata ini. Saya berkata,
“Terangkanlah!” Dia mengatakan tidak dapat dan mengakui sudah bergulat
dengan persoalan itu. Saya berkata, “Dalam kasus ini kami seharusnya
menerima perkataan manusia tersebut.” Dan, saya mengutip ayat pertama
surat An-Najm:
“Demi bintang ketika terbenam, kawanmu
(Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang
diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang
dia-jarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.” (QS. An-Najm:
1-5).
Dan, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam berulang kali mengatakan kepada kaumnya:
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku ini
hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa
sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa.” (QS. Al-Kahfi: 110).
Pemuda Canada tersebut dengan sopan
memberi tanggapan; “Saya harus memikirkan masalah ini dengan serius.”
Hanya jika kita membiasakan diri kita dengan fakta-fakta dari kitab suci
Al-Qur’an, kita akan dapat membuka percakapan dengan ahli dalam
pengetahuan apa pun.
Mu’jizat Jurnalistik
Sebagai pusat kegiatan, IPCI menarik
banyak orang untuk berdialog dan berdiskusi, termasuk jurnalis dan
wartawan. Segera setelah saya menyadari bahwa bidang kegiatan orang yang
bertanya kepada saya adalah jurnalistik, saya mengatakan kepadanya
bahwa saya akan senang memperlihatkan kitab suci Al-Qur’an kepadanya
sebagai sebuah “Mu’jizat jurnalistik”. Tak ada seorang pun menolak untuk
mendengarnya. Saya memulai dengan cerita nabi suci Musa Alaihis-salam,
dalam gaya bahasa dan pola “Pada suatu ketika” . Itu tidak dapat
diberhentikan. Namun kami tidak dapat memberikan rincian tentang “Musa
dan the Bulrushes” atau bahkan perincian masa kecilnya, ibu, dan saudara
perempuannya,” (QS. Thaha: 38-40 dan Al-Qashash: 7-13). Kita harus
melewati perincian tersebut. Saya memulainya dengan:
Kecelakaannya di Dalam Kota
Musa Alaihis-salam mendatangi dua pria
yang sedang berkelahi, seorang berasal dari sukunya sendiri dan yang
lainnya seorang musuh bangsanya. Dia menolong orang Yahudi menghadapi
orang Mesir dan dalam perbantahan menampar orang yang kejam tersebut
terlalu keras sehingga ia mati.
Musa Alaihis-salam kemudian melarikan
diri dari negaranya menuju padang pasir Sinai dan mendapatkan dirinya di
antara kaum Midianites. Di sini ia menolong dua orang gadis yang sedang
kesukaran dan ditawari sebuah pekerjaan oleh ayah mereka Jethro.
Setelah menyelesaikan perjanjian kerjanya selama 8 tahun lebih, Musa
Alaihis-salam mulai bosan dengan kehidupan dusunnya. Bagi seorang
manusia yang telah tumbuh besar dengan keluarga kerajaan, di tengah
kesibukan dan ketergesaan kota, ia menjadi resah. Dia menginginkan
perubahan dan meminta izin untuk memisahkan diri dari mertuanya. Jethro
orang yang sangat rasional dan praktis. Dia mengizinkan Musa
Alaihis-salam pergi.
Musa Mempelopori Sebuah Perjalanan
Musa Alaihis-salam pergi dengan istri dan
anak-anaknya, bersama dengan domba dan kambing bagiannya yang biasa
digembalakan untuk ayah mertuanya.
Setelah beberapa waktu ia dan keluarganya
sampai di Sinai. Dia kehilangan arah dari kediaman terakhir tempatnya
beristirahat. Dia kehabisan persediaan daging masak yang dibawanya.
Masih terdapat cukup Matzos, roti kering Yahudi yang tidak beragi.
Masalahnya adalah daging. Dia harus menyembelih seekor domba atau
kambing. Itu mudah. Kesulitannya adalah membuat api yang merupakan tugas
yang sulit, karena memerlukan waktu setengah hari menggosok dua materi
yang berbeda. Tidak ada korek api atau geretan pada zaman itu. Dia
menangguh-nangguhkan. Menunda segala sesuatunya untuk hari ini, atau
besok dan masalah dagingnya akan terpecahkan, ia berpikir … “Mana
mu’jizat yang dijanjikan!” Tuan Deedat?
Sejauh ini saya hanya memberikan latar
belakang cerita tersebut. Mu’jizatnya adalah, untuk menyingkat semua hal
dan banyak lagi (cerita) di atas hanya dalam 4 ayat pendek -4 kalimat
pendek dalam prosa yang paling indah. Tetapi untuk menghargai prestasi
tersebut, saya harus menarik perhatian Anda kepada sesuatu yang saya
senang jika Anda memperhatikan apa yang bagi saya merupakan puncak
jurnalistik.
Plakat-plakat Surat Kabar
Saya tinggal sekitar 30 km utara kota
Durban, di mana kantor saya berada. Sebelum pembangunan N2 (jalan raya
lintas) yang menghubungkan kota Durban, saya biasanya mengambil jalan
pantai (pinggir laut) menuju Durban. Rute ini membuat saya melewati
Amphiteater di depan pantai Durban. Pada perpotongan teater tersebut
saya selalu mengamati penjual surat kabar yang sedang menawarkan koran
pagi “The Natal Mercury,” untuk dijual. Dia mempunyai sebuah plakat
harian dengan judul utama untuk menarik para pembeli. Setelah
berulang-ulang membaca plakat tersebut saya memutuskan tidak membeli
surat kabar hari itu, tetapi ketika memarkir mobil di central Durban
sewaktu melewati penjual surat kabar yang lain, saya akhirnya membeli
surat kabar tersebut.
Sesudah mengalami sejumlah perubahan
keputusan seperti itu, saya mulai bertanya pada diri sendiri alasan
perubahan pikiran saya tersebut. Saya menemukan plakat yang berbeda
meski surat kabar yang ditawarkan sama. Plakat di depan pantai dibuat
menyeru para pelanggan Eropa sebaliknya plakat di wilayah yang saya
lalui ditujukan kepada komunitas Asia. Dengan perluasan plakat tersebut
untuk wilayah Afrika dan kulit berwarna menyebabkan mereka membeli surat
kabar yang sama.
Maka jurnalis yang pandai adalah orang yang dapat menciptakan plakat yang menyeru keempat kelompok ras utama setiap hari.
Itu akan menjadi karya agung jurnalistik!
Para jurnalis tanpa ragu setuju dengan alasan ini. Marilah kita
bersama-sama menganalisa Al-Qur’an berdasarkan alasan ini.
Seruan Yang Universal
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam,
Nabi Islam berada di Madinah, dan dikelilingi oleh orang-orang Yahudi,
Kristen, Islam, musyrik dan munafik di dalam kota. Nabi suci tersebut
menyebarkan beritanya (wahyu Tuhan) untuk semua jenis masyarakat ini.
Apa yang harus ditulis pada plakatnya untuk menarik perhatian setiap
kelompok yang bermacam-macam ini? Dia disuruh menyatakan:
‘Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?’ (QS. Thahaa: 9).
Dapatkah Anda membayangkan kegemparan
tersebut? Orang-orang Kristen dan Yahudi akan selalu menunggu untuk
mendengar lebih jauh, mengharap Muhammad berbuat sebuah kebodohan
sendiri, karena mereka bertanya-tanya dalam diri mereka sendiri, apa
yang dapat diketahui orang Arab ini tentang Musa karena ia seorang ummi
(tidak dapat menulis). Umat Islam haus pengetahuan, mereka akan terus
merindukan –tolong katakan kepada kami segala sesuatu yang Anda dapat
tentang Musa Alaihis-salam.
Orang-orang musyrik (politheis) dan
munafik menikmati diskusi tiga sisi tentang Musa Alaihis-salam: antara
umat Islam, Kristen dan Yahudi. Setiap orang benar-benar memperhatikan
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam melanjutkan:
“Lihatlah,
Dia melihat sebuah api!”
Dramatis! Anda hampir dapat
memvisualisasikan adegan tersebut. Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam
sedang berbicara seperti telegrap. Memerlukan waktu sekitar 2 ribu
tahun setelah kelahiran Yesus Kristus bagi bangsa Kristen dan Yahudi
terbesar di bumi (Amerika Serikat yang kuat) untuk mencapai kesempurnaan
yang tinggi dalam bidang periklanan untuk merumuskan slogan, dalam
istilah Perusahaan Western Union Telegraph, “Jangan Menulis -(pakailah)
Telegraph!” Sekolah jurnalistik mana yang diikuti Muhammad Shallallahu
Alaihi wa Sallam untuk memimpin super American sizzlemanship? Dia
disuruh meneruskan:
“… Lalu berkatalah ia kepada keluarganya:
‘Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan
aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat
petunjuk di tempat api itu.” (QS. Thahaa: 10).
Tulisan Cepat Yang Didiktekan
Silahkan bandingkan hal tersebut di atas
dengan terjemahan Al-Qur’an berbahasa Inggris lainnya dengan teman atau
lawan, dan Anda akan menemukan kata-kata dengan keringkasan dan
keekonomisan yang sama. Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak
sedang melakukan latihan apapun dalam tulisan ringkasnya. Dia hanya
mengucapkan dengan jelas firman Tuhan sewaktu dibisikkan ke dalam
hatinya melalui perantara malaikat Jibril. Kita harus mengingat bahwa
tidak ada Injil berbahasa Arab, pada abad 6 M, ketika Nabi Muhammad
didiktekan Al-Qur’an.
Sekarang tolonglah diri Anda sendiri.
Silahkan bedakan wahyu Al-Qur’an ini dengan cerita Injil seperti isi
dalam kitab kedua Injil, Kitab keluaran, pasal 1, 2, dan 3 yang
mendiskusikan aspek kehidupan Nabi suci Musa Alaihis-salam yang sedang
kita bicarakan ini. Saya mengutip permulaan cerita dari Injil:
“Sekarang inilah nama anak Israel yang
datang ke Mesir bersama-sama dengan Yakub; mereka datang dengan
keluarganya masing-masing. Ruben, Simeon, Lewi dan Yehuda; Isakhar;
Zebulon dan Benyamin; dan serta Naftali, Gad dan Asyer. Seluruh
keturunan yang diperoleh Yakub berjumlah tujuh puluh jiwa. Tetapi Yusuf
telah ada di Mesir.” (Injil – Keluaran 1: 1-5).
Musa Memulai
Pemanasan sederhana! Inikah bagaimana
Tuhan berbicara? Silahkan bandingkan 5 ayat Injil ini dengan 4 ayat
Al-Qur’an yang disalin ulang di bawah ini.
Dalam penggambaran Al-Qur’an, Musa
Alaihis-salam sangat membutuhkan dua hal sewaktu berfikir di Sinai
dengan jamaah dan keluarganya. Dia menginginkan ‘api’ untuk memasak
dagingnya, dan ‘petunjuk’ menuju beberapa komunitas yang ramah di padang
pasir. Allah membentangkan rencananya. Musa Alaihis-salam dibuat
‘memulai’ misinya dari ilusi pembakaran batu bara menuju kenyataan
tentang pembakaran api spiritual dalam jiwa manusia selama ribuan tahun
dan sebuah petunjuk yang benar sebagai penuntun manusia.
‘Api’ yang dilihat Musa Alaihis-salam,
bukanlah api biasa. Baginya berarti sebuah cahaya api miliknya sendiri
yang mudah, api tersebut juga menunjukkan kehadiran manusia lain yang
darinya ia dapat memperoleh informasi dan petunjuk.
“Maka ketika ia datang ke tempat api itu
ia dipanggil, ‘Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka
tanggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang
suci, Thuwa.” (QS. Tha-haa: 11-12).
Sejarah spiritual Musa Alaihis-salam
berawal di sini dan ini merupakan kelahiran spiritualnya. Dalam istilah
Injil –’Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini!’ Ini adalah bagaimana
Tuhan berbicara kepada Daud Alaihis-salam tentang pertemuannya, pada
kitab Mazmur 2: 7.
Keseluruhan bagian Al-Qur’an di atas
penuh arti gaib yang paling tinggi, direfleksikan dalam ayat-ayat
bersajak pendek dalam bentuk asli. Irama dan arti di dalam teks memberi
kesan misteri tertinggi. Untuk mempermudah perbandingan ini saya
menyalin ulang empat ayat tersebut bersama-sama:
“Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?
Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya,
‘Tinggallah kamu (disini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan
aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat
petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia
dipanggil, ‘Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka
tanggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang
suci, Thuwa’…” (QS. Thahaa: 9-12).
Thuwa adalah lembah tepat dibawah Gunung
Sinai, tempat dimana Musa Alaihis-salam selanjutnya menerima hukum.
Dalam arti gaib yang sejajar, kita diseleksi dengan cobaan-cobaan dalam
kehidupan yang sederhana ini, lembah yang suci dan menerima pujian Tuhan
setinggi gunung (Tur) Sinai, kecuali jika kita mempunyai pengetahuan
untuk dapat mengetahuinya. Dan, ‘terompah’ harus dilepas sebagai tanda
penghormatan. Dalam arti gaib yang sama, Musa Alaihis-salam sekarang
harus menyimpan semua keinginan dan keperluan duniawinya, ia telah
dipilih oleh Tuhan Yang Maha Tinggi.
Apakah Keputusan Anda?
Bagaimana seseorang menjadi biasa untuk
mendongeng cerita bohong untuk mengevaluasi obat mujarab dari Tuhan?
Bahkan seorang pengeritik simpatik seperti Thomas Carlyle, seorang
pemikir terbesar abad lalu; tak dapat mengerti keringkasan gaya yang
tajam dan kejelasannya. Dia menyebut pembacaan Al-Qur’an:
“Menjemukan membingungkan tidak teratur, kasar, incondite; kebodohan yang tidak dapat didukung … “
Incondite berarti sebuah konstruksi
literatur atau komposisi artistik yang buruk: ‘kebodohan yang tidak
dapat didukung?’ Setelah membandingkan penggambaran Al-Qur’an dan Injil,
bagaimana keputusan Anda? Saya telah mendatangi seorang jurnalis yang
gagal mengenali kecemerlangan Muhammad (?) Shallallahu Alalhi wa Sallam;
dalam mendiktekan fakta-fakta langsung, tanpa berusaha menganalisa atau
menginterpretasikannya: dengan tepat seperti yang akan dilakukan
seorang pemimpin jurnalis untuk suratkabar atau majalah saat ini. Hanya
inilah yang bersifat mu’jizat! Anda setuju?
dicopy dr : http://kristolog.com
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar